APA saja yang disebut sebagai keajaiban memang tidak pernah gagal menarik perhatian banyak orang. Terutama bila latar belakang kisah tersebut sulit dijelaskan secara nalar. Malah, sebenarnya banyak fenomena menakjubkan sering terjadi di dunia ini yang kurang diketahui walaupun terjadi hampir setiap tahun.
Salah satu fenomena yang sangat menarik adalah peristiwa laut terbelah yang berlaku di Pulau Jindo, wilayah Jeollanam-do di kawasan baratdaya Korea Selatan. Pulau ini merupakan yang terbesar ketiga di negara ginseng itu dan terletak berdekatan dengan pulau Jejudo dan Geojodo.
Bisa dibayangkan hanya dalam waktu 60 menit saja, anda dapat menyaksikan kekuasaan Allah ketika lautan yang sebelumnya masih diliputi air secara tiba-tiba terbelah dan membentuk jalur daratan sementara sepanjang 2,8 kilometer dan selebar 40 hingga 60 meter.
Kejadian menakjubkan itu pasti mengingatkan kita dengan kisah Nabi Musa yang ‘membelah laut’ Laut Merah bagi menyelamatkan pengikutnya yang taat kepada Allah SWT dari kejaran Fir’aun.
Namun, peristiwa modern mengenai laut terbelah di Pulau Jindo berbeda ceritanya dan memiliki hubungan erat dengan faktor alam karena terjadinya penyurutan permukaan air laut secara serentak setinggi enam hingga tujuh meter sehingga mengakibatkan daratan terlihat.
Proses ini menghasilkan jalur bagi menghubungkan dua daratan terpisah yang sebelumnya tenggelam di bawah air. Peristiwa ini biasanya terjadi pada jam 5 atau 6 sore waktu setempat dan selalu disambut dengan menggelar pesta besar-besaran yang dikenali ‘Jindo Yeongdeung Festival’ atau Pesta Laut Terbelah Jindo.
Malah Pesta Laut Terbelah Jindo ini selalu diselenggarakan tiga kali setahun yaitu pada Maret atau Mei serta Juli. Bagaimanapun, sambutan wisatawan lokal dan mancanegara sungguh luarbiasa bahkan jumlahnya bisa mencapai 400,000 orang untuk menghadiri pesta itu menyebabkan pihak pemerintah memutuskan untuk turut merayakan pesta laut terbelah di Pulau Jindo tersebut pada bulan April.
Perayaan itu juga membolehkan wisatawan menikmati berbagai kegiatan mendulang pengalaman di laut dan menyaksikan pemandangan unik serta budaya masyarakat pulau Jindo. Pesta itu diselingi dengan tembang tradisional masyarakat Jindo dan pagelaran sendra tari khas Korea, Ganggangsullae, turut dipersembahkan. Daya lain lain sepanjang berlangsungnya perayaan termasuk pertunjukan kembang api, psinar laser, persembahan musik tradisional serta permainan khas Korea lainnya.
Untuk memperoleh pemandangan paling menarik laut terbelah dan membentuk jalur jalan yang bisa dilewati, masyarakat dan wisatawan dapat menikmati bahkan berjalan-jalan sendiri di jalur jalan yang tercipta dari penyurutan air laut itu.
Malah, siapa saja bisa menyaksikan detik-detik keajaiban laut terbelah dan tidak heran sebaik lautan terbelah, banyak orang berlomba-loma melintasi jalur darata itu dan merayakannya bersma teman dari arah berseberangan menyusul terjadinya penyatuan daratan kepulauan Jindo dan Modo. Tidak kurang pula banyak yang mengambil kesempatan mencari dan mengutip hasil lautan lainnya.
"Ini adalah keajaiban yang tidak mungkin dapat disaksikan di tempat lain. Dalam sekejap mata, laut terbelah dan memperlihatkan dasar lautnya. Tak ada ucapan yang dapat menggambarkan besarnya ketakjuban menyaksikan kehidupan laut seperti kerang, kepah dan biota laut yang sebelum ini hidup di dasarnya, tiba-tiba timbul," kata wisatawan lokal, Cho Eun-Jun yang dikutip media setempat belum lama ini.
Sebenarnya, tidak banyak yang mengetahui mengenai kejadian fenomena itu hingga pada 1975, ketika seorang duta Prancis saat itu, Pierre Randi, mengunjungi Korea Selatan dan menulis mengenai peristiwa ajaib ini dalam sebuah koran negaranya.
Tapi, seperti juga banyak peristiwa aneh lain, ada kisah atau mitos rakyat setempat di balik fenomena itu. Ini dikaitkan dengan sebuah desa di pulau Jindo yang diserang harimau yang menyebabkan penduduk melarikan diri ke pulau Modo untuk berlindung.
Celakanya, seorang nenek tua, Pong, yang tidak berdaya tertinggal. Dalam kondisi serba terdesak dia meminta pertolongan Dewa Laut, yang kemudian memisahkan laut dan membantu wanita renta malang itu lari meloloskan diri dari hwan buas tersebut.
Ketika laut terbelah, banyak penduduk berlari menuju Modo, memainkan gendang dalam upaya mereka mencari sang nenek tua yang akhirnya meninggal dunia. Tapi sebelum mati, wanita ini sempat membisikkan: "Doaku dimakbulkan. Jalan laut terbuka dan aku dapat melihat kalian semua. Kini, asaku sudah terlaksana. Aku bisa meninggal dengan tenang."
Nama asal daerah itu, Hodong, kemudian ditukar menjadi Hoedong, bermakna ‘Kampung Orang yang Kembali’, untuk mengingati kisah nenek Pong.
Selain di Korea, perisitiwa itu kemudian turut dipopulerkan di Jepang, setelah penyanyi Dendo Yomishi, merilis tembang fenomenal Jindo pada 1996.
Kisah Nabi Musa Membelah Laut
Fenomena laut terbelah dua bukan peristiwa baru karena sebelumnya pernah terjadi pada era Nabi Musa yang membawa pengikutnya yang taat kepada Allah melarikan diri dari kekejaman Firaun yang memerintah Mesir.
Namun begitu, besar perbedaan dengan apa yang terjadi di Korea Selatan karena perkataan terbelah dan membelah sendiri membawa makna berbeda. Kejadian laut terbelah di Korea Selatan disebabkan karena faktor alami sedangkan upaya Nabi Musa membelah Laut Merah pada tanggal 10 Muharam dengan tongkatnya karena disebabkan mukjizat yang dikuruniakan Allah SWT.
Yang pasti, kedua kejadian hampir mirip itu terjadi atas kehendak Allah SWT yang cuma mengarahkan laut terbelah mengikuti ketentuan-Nya, dan itulah yang akan terjadi.